Search Suggest

Prosesi Pernikahan Adat Solo: Urutan Acara dan Makna di Baliknya

Pernikahan adat Solo merupakan salah satu tradisi pernikahan yang sering digunakan di Indonesia. Setiap prosesinya dalam adat Solo pernikahan memiliki makna dan filosofinya tersendiri.

Secara umum, proses tersebut mencerminkan ajaran agung tentang kasih sayang, pengorbanan, serta tanggung jawab dalam kehidupan berkeluarga.

Harapannya adalah menjadi acuan bagi kedua mempelai untuk membangun rumah tangga yang harmonis dan bahagia.

5. "Pemb

Pernikahan itu cukup panjang, yang mencakup pra pernikahan dan hari H.

Prosesi Pra-Nikah Adat Solo

Dalam pernikahan adat Solo, prosesi pra-nikah mencakup 12 tahapan, yaitu sebagai berikut:

Tahap awal dalam adat nikah Solo adalah Congkong, yaitu ketika keluarga pria mengirim utusan (biasanya sesepuh atau orang tua) untuk mengamati calon pengantin wanita.

Mereka menilai dari berbagai aspek seperti sifat, kebiasaan, berat badan, yang mencerminkan keturunan, latar belakang keluarga, serta karakter pribadi calon pasangan.

Setelah melakukan permainan Congkong, keluarga pria berdiskusi mengenai hasil pengamatan mereka terhadap calon pengantin perempuan.

Pada tahap ini, keluarga pria secara resmi mengunjungi rumah calon mempelai wanita untuk melihat langsung dan mengenal lebih dekat. Ini merupakan kesempatan bagi kedua keluarga untuk memenuhi pertemuan dan menilai kemungkinan kecocokan antara kedua calon pengantin.

resmi.

Pada tahap ini, keluarga pria membawa berbagai seserahan atau peninggalan, yang biasanya berisi kain batik, emas, atau perhiasan sebagai simbol ikatan.

Acara ini juga menjadi kesempatan untuk berinteraksi dan bersilaturahmi antara anggota keluarga dari kedua belah pihak.

Sebelum hari pernikahan, keluarga mempelai wanita akan memasang hiasan janur kuning di depan rumah (tarub) dan anyaman daun kelapa (bleketepe) sebagai tanda bahwa akan diadakan hajatan pernikahan adat Jawa Solo. Prosesi memasang tarub dan bleketepe melambangkan pembersihan dan doa agar acara pernikahan berjalan lancar.

Acara pernikahan adat Jawa Solo setelah "tarub", juga dipasang tuwuhan seperti pohon pisang, tebu, dan kelapa muda sebagai simbol kesuburan dan keberkahan. Tak terlepas dari itu, dilakukan "bucalan", yaitu menyiapkan sesajen sebagai bentuk tolak bala dan permohonan perlindungan dari hal-hal buruk.

Yaitu dibersihkan dengan air bunga oleh orang tua dan kerabat dekat. Siraman memiliki makna membersihkan diri sebelum memasuki kehidupan rumah tangga.

Biasanya, jumlah orang yang mandi bersama dapat mencapai tujuh, melambangkan tujuh langkah menuju kebahagiaan.

Setelah siraman, orang tua calon pengantin wanita melakukan prosesi "dodol dawet", yaitu menjual dawet kepada tamu dengan menggunakan pecahan genting sebagai alat tukar. Prosesi ini berarti bahwa menikahkan anak adalah kewajiban orang tua, tetapi rezeki tetap harus dicari oleh pasangan yang akan menikah.

Di beberapa keluarga, ada tradisi melepaskan ayam jantan dan betina, yang melambangkan melepaskan anak untuk menjalani kehidupan baru.

Selain itu, dilakukan upacara tanam rukmo, yaitu mengubur potongan rambut calon pengantin sebagai lambang mengusir keburukan dan membuka lembaran hidup baru.

Berasal dari kata "widodari" yang berarti bidadari. Pada malam ini, calon pengantin wanita dirias agar terlihat cantik seperti bidadari, sementara calon pengantin pria datang ke rumah wanita namun tidak diperbolehkan bertemu.

Pada malam Midodareni, calon pengantin wanita melakukan ritual majemukan, yaitu memakan hati ayam. Ritual ini memiliki filosofi bahwa seorang istri harus mampu memenangkan hati suaminya dalam kehidupan rumah tangga.

Prosesi Hari Raya Pernikahan Adat Solo

Sementara itu, prosesi pernikahan adat Solo pada hari H mencakup 11 tahapan, yaitu:

Berikutnya, penulis memperkenalkan diri dan menjelaskan bahwa sumber utama informasi penulis adalah buku yang berjudul "Fihrist Kutub al-Riwayah al-Arabiyyah", yang ditulis oleh Ibn Nadeem dan diterbitkan pada tahun 987 M.

Setelah menikah, pasangan suami istri melakukan upacara Panggih Manten, yaitu pertemuan pertama setelah pernikahan. Upacara ini terdiri dari beberapa tahapan berikut:

Pemberian hadiah kepada orang tua pengantin wanita sebagai tanda bakti dan penghormatan.

Pernikahan tradisional ini melibatkan ritual melempar sirih gantung sebagai tanda cinta dan kasih sayang antara kedua pihak pengantin.

Pria yang baru menikah menginjak telur, kemudian kakinya dibersihkan oleh wanita yang baru menikah. Ini melambangkan bahwa suami akan menjadi pemimpin di rumah tangga, sementara istri siap menabung hati untuk melayani.

dan siap menjalani hidup bersama.

Perempuan yang baru menikah duduk di pangkuan ayahnya, melambangkan cinta sayang yang sama besarnya antara orang tua terhadap anaknya.

Orang tua mengantar pengantin ke pelaminan, menandakan bahwa mereka telah menyerahkan anak mereka untuk memulai hidup bersama yang baru.

Dalam prosesi ini, pengantin laki-laki menuangkan beras, jagung, dan uang ke pangkuan pengantin perempuan. Ritual ini melambangkan tanggung jawab suami dalam mencari nafkah dan istri yang harus mengelola dengan bijaksana.

Setelah Kacar-Kucur, pasangan suami istri melakukan makan bersama, yaitu makan bersama dengan cara saling menyuapi. Ini menjadi simbol kebahagiaan dan kebersamaan dalam rumah tangga.

Sebagai penutup, pengantin melakukan penghormatan kepada kedua orang tua dan sesepuh keluarga. Dengan penuh hormat, mereka meminta restu doa agar rumah tangga yang dibangun mendapat berkat dan kebahagiaan.

Baca juga:

Posting Komentar