
- Kasus dugaan korupsi pengoplosan Pertamax yang melibatkan pejabat tinggi PT Pertamina telah menimbulkan kekecewaan publik.
Beberapa warga mengaku dirugikan oleh tindakan tersebut, sehingga mempengaruhi persepsi mereka terhadap produk bahan bakar yang mereka konsumsi selama ini.
Tomi (41), warga Kabupaten Pesawaran, mengakui baru saja menyadari bahwa pembelian Pertamax yang dilakukannya sebelumnya sebenarnya hanya berupa antrean pengisian bahan bakar minyak.
Dalam satu minggu, dia mengisi Pertamax dua hingga tiga kali untuk sepeda motor Yamaha F15 yang digunakannya untuk aktivitas sehari-hari.
"Iya, isi Pertamax terus, sudah lama dari punya motor matik sampai yang sekarang," kata Tomi melalui pesan WhatsApp, Rabu (26/2/2025).
Dia menghabiskan sekitar Rp 700.000 dalam sebulan untuk membeli bahan bakar, dengan harapan mesin sepeda motornya tetap awet dan performanya tetap prima.
"Terungkap bahwa itu hanya tipuan, sama saja dengan Pertalite, cuma tidak ada antrian juga, artinya kita hanya membeli antrian saja," tambahnya.
Warga lain, Aditama (38), juga mengakui bahwa dia mengisi bensin Pertamax untuk menghindari antrean yang panjang saat mengisi bensin Pertalite.
"Kalau harus antreannya panjang, mungkin saja isi Pertamax saja, karena harga bedanya tidak terlalu signifikan," ujarnya.
Aditama mengungkapkan kekecewaannya terhadap tindakan korupsi yang dilakukan oleh para pejabat tertinggi di Pertamina.
Dia tidak bisa memahami, dengan gaji yang besar, mereka masih mau melakukan korupsi.
"Yang rugi ya kita-kita ini, beli Pertamax nggak tahu cuma oplosan, langsung saja pindah ke Pertalite," ungkapnya.
Kejaksaan Agung (Kejagung) telah menetapkan Riva Siahaan, Direktur Utama PT Pertamina Patra Niaga, sebagai tersangka dalam kasus dugaan korupsi pengelolaan minyak mentah dan produk kilang pada PT Pertamina Subholding dan Kontraktor Kontrak Kerja Sama (KKKS) pada tahun 2018-2023.
Menurut keterangan Kejagung, PT Pertamina Patra Niaga diduga membeli Pertalite untuk kemudian "diblending" atau dioplos menjadi Pertamax.
Namun, saat pembelian, Pertalite tersebut dibeli dengan harga Pertamax.
Kasus ini menimbulkan kekecewaan mendalam di kalangan masyarakat yang merasa dirugikan oleh tindakan korupsi tersebut.
Penjelasan Pertamina
Sekretaris Perusahaan PT Pertamina Patra Niaga Heppy Wulansari mengatakan, kualitas Pertamax yang beredar saat ini pasti sesuai dengan spesifikasi yang ditetapkan pemerintah, yaitu RON 92.
“Spesifikasi produk yang disampaikan kepada masyarakat dari awal distribusi di Terminal Pertamina telah sesuai dengan peraturan pemerintah,” tambahnya.
Ia menjelaskan, proses yang dilakukan di terminal utama BBM adalah penginjeksian warna (dyes) sebagai pembeda supaya produk mudah dikenali oleh masyarakat.
Selain itu, dilakukan juga injeksi additive yang bertujuan untuk meningkatkan kinerja Pertamax.
"Maka, bukan pengganti atau penggantian RON. Masyarakat tidak perlu khawatir dengan kualitas Pertamax," jelas Heppy.