- Peraturan stud tour yang diterbitkan oleh Gubernur Jawa Barat Dedi Mulyadi membuat Asosiasi Perusahaan Perjalanan Wisata Indonesia (Asita) mengaku keberatan.
Sekretaris Jenderal Asita, Budi Rianto mengatakan bahwa larangan study tour di Jawa Barat memang memberatkan pelaku industri pariwisata.
Pasalnya larangan ini akan menghambat ekonomi mereka yang juga bergantung pada wisata belajar.
, Rabu (26/2/2025).
Menurut Budi, dua hal utama yang dinilai memberatkan orang tua siswa study tour adalah ekonomi dan keamanan siswa.
"Berdasarkan banyaknya kejadian kecelakaan yang terjadi selama kegiatan study tour, termasuk yang terakhir di Depok juga," katanya.
Tapi, sebaliknya, ia juga menekankan pentingnya perjalanan study untuk menambah pengetahuan baru bagi siswa sekolah.
Masalah ekonomi, menurut Budi, bukan hanya terletak pada pelaku pariwisata, melainkan juga memerlukan bantuan dari pemerintah dan masyarakat.
"Jadi, tentang keselamatan, kalau misalnya bisa dipastikan penyebab kecelakaan itu bisa diatasi, saya pikir itu akan sangat bagus ya," ujar Budi.
Menurut Budi, pelaku industri perhubungan sepatutnya membahagiakan pelanggaran terhadap keselamatan pengguna bus, khususnya anak yang mengikuti wisata belajar.
Hingga saat ini, perwakilan Asita belum melakukan perbincangan lebih lanjut dengan Gubernur Jawa Barat periode 2025-2030 tersebut.
"Jangan sampai kebijakan ini membunuh sektor ekonomi. Pariwisata adalah salah satu sektor ekonomi. Perlu kita diskusikan," ucapnya.
Berkaca pada permasalahan ekonomi dan keselamatan anak sekolah, Budi mengatakan, perjalanan di kota bisa menjadi solusi.
Mengunjungi tempat wisata dalam kota atau di satu provinsi dapat mengurangi biaya study tour dan risiko kecelakaan.

Misalnya, tur studi dari Depok ke daerah Puncak Bogor atau tur dari Bandung ke Lembang.
"Jadi kedua belah pihak bisa mendapatkan keuntungan. Anak-anak bisa melakukan study tour dengan keamanan dan biaya yang rendah," ujarnya.
Target pasar besar larangan study tour ini akan berdampak pada tempat-tempat wisata, penginapan sekitar tempat wisata, UMKM lokal, hingga berkurangnya jumlah tenaga kerja.
Budi menyatakan bahwa belum ada perkiraan jumlah kerugian industri pariwisata mengenai larangan study tour ini.
Tapi, perjalanan wisata siswa di banyak sekolah di Jawa Barat memiliki potensi besar, terutama di masa-masa study tour.
"Secara total, bukan termasuk target harian, tetapi target pasar musiman yang sekali jalan bisa 10-30 rombongan bus," kata Budi.
Di bagian lain, Ketua Perhimpunan Hotel dan Restoran Indonesia (PHRI) KBB, Eko Suprianto, membenarkan bahwa kebijakan ini telah mulai mempengaruhi industri pariwisata lokal.
"Sudah banyak sekolah-sekolah sudah dibatalkan," ungkap Eko pada Selasa (25/2/2025).
Eko tidak menyebutkan mana-mana sekolah yang membatalkan kunjungan mereka.
Dalam enam objek wisata di wilayah tersebut, terdapat 18 kunjungan wisata sekolah yang dibatalkan.
Pada Februari 2025, total pesanan telah mencapai sebanyak 4.300 orang.
"Jadi ada 18 acara yang dibatalkan dengan total peserta 4.300 orang itu tercatat pada bulan Februari (2025)," katanya.
Dedi Mulyadi menjawab kritikan yang dilayangkan kepadanya terkait kebijakan pelarangan sekolah melakukan wisata belajar ke luar Jawa Barat
Dedi Mulyadi mengucapkan terima kasih pada mereka yang mengkritik kebijakannya, karena itu merupakan bagian dari demokrasi.
Tapi, khusus kritikan yang disampaikan pengusaha tour dan travel, Dedi memberikan jawaban yang mengejutkan.
Saya mengatakan, travel, penyelenggara kegiatan perjalanan wisata. Mengapa harus objeknya anak sekolah? tanya Dedi dalam video yang diunggah di kanal YouTube KANG DEDI MULYADI CHANNEL pada Rabu (26/2/2024).
Menurut Dedi, jika menjadikan anak sekolah sebagai obyek, artinya telah melakukan eksploitasi terhadap proses pendidikan.
Jika Anda menjadi penyelenggara tour dan travel untuk anak-anak sekolah, tidak perlu belajar tentang pemasaran.
Itu sudah cukup bertemu dengan kepala sekolah, memberikan diskon yang cukup, jadi deh barang.
"Meskipun kualitas layanannya misalnya buruk, dan busnya mengalami kecelakaan seperti terjadi di siswa SMK di Depok, di Ciater," kata Dedi yang merekam videonya saat masih mengikuti retreat kepala daerah di Magelang.

Terkait tuduhan bahwa soal kemiskinan tugas Gubernur, menurut Dedi, sebenarnya adalah kegiatan untuk menurunkan angka kemiskinan.
Alasannya, orang tua yang sedang mengalami kesulitan keuangan, dengan mengikuti kegiatan-kegiatan di sekolah yang menghabiskan anggaran sekitar Rp4-5 juta, hal itu dapat menyebabkan menurunnya kualitas hidup mereka.
Orang tua akan mencari pinjaman, baik dari pembiayaan pinjaman, pinjaman daring, sampai ke bank.
Akhirnya hal ini menjadi beban ekonomi dan jumlah orang miskin semakin meningkat.
"Sementara pembebasan mereka dari kewajiban untuk melakukan pembayaran di luar kebutuhan dasarnya, itu upaya untuk meningkatkan taraf hidup masyarakat. Mendidik masyarakat untuk berinvestasi," katanya.
Menurut Dedi, pemerintah telah memberikan subsidi pendidikan triliunan rupiah supaya beban orang tua berkurang bahkan menjadi nol.
Tapi jika masih ada kegiatan pungutan in, maka subsidi pendidikan tidak ada artinya.
"Jika tidak ada manfaatnya, lebih baik uang itu digunakan untuk membayar biaya sekolah saja, uang puluhan triliun untuk kepentingan, investasi, infrastruktur, dan kegiatan lain yang bermanfaat bagi umum," ujarnya
Dedi mengatakan, jika jumlah seluruh siswa SMA/SMK kelas 3 di Jawa Barat ada 800.000 orang, jika semuanya diminta membayar Rp4 juta untuk study tour, maka diperlukan dana Rp3,2 triliun.
Dana Rp3,2 T itu berlari ke mana-mana. Jika Rp3,2 T digunakan untuk investasi, mempersiapkan diri masuk ke Perguruan Tinggi, bekerja, dan mengikuti pelatihan yang bermanfaat, ini sangat berarti.
"Jadi, mari kita bersama-sama membangun negara ini dengan cara berpikir dan cara berpandangan rasional," katanya.
Dedi tidak melarang siswa kelas 3 untuk membuat kegiatan kreatif yang berkesan dengan anggaran yang sangat terbatas.
Seperti kegiatan seni pada saat perpisahan atau foto kenangan yang dikoordinir oleh OSIS.
"Saya melarang kegiatan yang melibatkan sekolah, mengumpulkan uang, memobilisasi siswa demi kepentingan yang hanya bersifat hura-hura," tegasnya.
Informasi lengkap dan menarik lainnya di