Pernyataan mantan Komisaris Utama PT Pertamina (Persero) Tbk, Basuki Tjahaja Purnama atau Ahok dan mantan karyawannya bernama Hari berbeda.
Ahok mengungkapkan kepribadian Riva Siahaan sebagai Presiden Direktur PT Pertamina Patra Niaga.
Akan tetapi pernyataan Ahok bertentangan dengan Hari.
Ahok menilai Riva Siahaan sebagai pribadi yang menurutnya bermasalah.
Sementara Hari menganggap Riva sebagai orang baik.
Bahkan baginya, hubungan Hari dan Riva seperti hubungan ayah dan anak.
Ia menggambarkan Riva Siahaan sebagai sosok atasan yang dekat dengan karyawan.
"Beliau sangat dekat dengan karyawan, seperti hubungan ayah dan anak. Setiap ada acara, ia hadir. Misalnya, baru-baru ini ia menghadiri acara untuk menyambut bulan Ramadhan. Bahkan, meskipun ia bukanlah seorang Muslim, ia tetap hadir," jelasnya.
Edy, karyawan lainnya yang bekerja di bagian IT, juga terkejut dengan kejadian yang menimpa Riva.
"Benar-benar terkejut juga. Tidak menyangka juga. Beliau termasuk yang suka menyapa karyawan, kalau bertemu tersenyum, gitu," ungkap Edy.
Meskipun belum pernah berbicara langsung, Edy mengakui bahwa Riva selalu menampilkan penampilan profesional dalam seminar-seminar perusahaan, terutama di bidang pemasaran dan branding Pertamina Patra Niaga.
Sementara itu, Ahok malah mempertanyakan bagaimana sosok seperti Riva Siahaan, Maya Kusmaya, hingga Yoki Firnandi masih bisa menjadi pimpinan PT Pertamina Patra Niaga.
Diketahui, tiga orang yang disebutkan Ahok merupakan tersangka kasus korupsi besar-besaran pengelolaan minyak mentah dan produksi kilang di PT Pertamina Patra Niaga yang oleh Kejaksaan Agung (Kejagung) perkirakan menyebabkan negara rugi mencapai Rp193,7 triliun.
Ahok awalnya mengatakan, Riva, Maya, dan Yoki merupakan sosok yang setiap rapat dimarahi olehnya ketika masih menjabat sebagai Komisaris Utama PT Pertamina.
Mantan Gubernur DKI Jakarta itu mengatakan mereka adalah orang yang sombong ketika diberitahu olehnya.
"Terutama ketika Riva, Maya, dan Yoki diminta untuk membenarkan suatu hal yang salah, mereka tidak pernah melakukannya, kata Ahok.
"Mereka ini ya yang paling pintar. Dimarahi cuma diam, tidak dipekerjakan. Minggu depan datang, sama lagi," katanya, dikutip dari YouTube Liputan6, Minggu (1/3/2025).
Ahok juga menjelaskan Riva, Maya, dan Yoki menyebabkan transaksi pembayaran di SPBU masih menggunakan cara tunai atau uang cash.
Padahal, empat tahun lalu, dia sudah meminta kepada mereka agar pembayaran di SPBU dilakukan menggunakan aplikasi MyPertamina.
"Sampai hari ini, SPBU (bayar) masih menggunakan uang tunai. Saya sudah meminta (pembayaran via aplikasi MyPertamina) sejak empat tahun lalu," katanya.
Ahok mengatakan Riva cs seolah tidak takut padanya dan selalu mengulang kesalahan karena dirinya tidak memiliki kekuasaan untuk mengeluarkan sebagai komisaris utama.
Oleh karena itu, dia mengharapkan, agar komisaris utama tidak hanya diberi wewenang untuk memantau, tetapi juga melakukan pemecatan.
"Kenapa dia berani? Karena dia tahu, saya nggak bisa mecat dia. Jadi, intinya kalau orang dikasih kuasa mengawasi, harus ada kuasa untuk memecat, itu kuncinya," katanya.
Kemudian, Ahok pun bertanya tentang apakah petinggi Pertamina seperti Riva ds masih dipertahankan di perusahaan pelat merah tersebut dan tidak pernah dipecat sejak lama.
"Apa yang bisa mengangkat yang masih berstatus brengsek-brengsek ini?" tanya Ahok.
Mega Korupsi Pertamina
Kejaksaan Agung (Kejagung) mengumumkan penetapan tersangka dan penahanan terhadap tujuh orang terkait kasus dugaan korupsi pengelolaan minyak mentah dan produk kilang pada PT Pertamina, Subholding, dan Kontraktor Kontrak Kerja Sama (KKKS) pada tahun 2018-2023, di antaranya bermodus BBM kualitas oktan RON 90 (Pertalite) dicampur atau dioplos menjadi RON 92 (Pertamax).
Para tersangka berjumlah tiga orang adalah pejabat PT Pertamina (Persero) dan satu orang adalah bos perusahaan swasta yang ditahan Komisi Pemberantasan Korupsi.
Empat orang atasan tinggi perusahaan PT Pertamina (Persero) adalah Direktur Utama (Dirut) PT Pertamina Patra Niaga, Riva Siahaan; Direktur Optimasi Feedstock dan Produk PT Kilang Pertamina Internasional, Sani Dinar Saifuddin; Wakil Presiden Manajemen Bahan Bakar PT Kilang Pertamina Internasional, Agus Purwono; dan pejabat PT Pertamina International Shipping, Yoki Firnandi.
Sementara itu, tiga orang dari kalangan swasta, yaitu Pemegang Saham Utama PT Navigator Khatulistiwa, Muhammad Kerry Adrianto Riza; Komisaris PT Navigator Khatulistiwa dan juga Komisaris PT Jenggala Maritim, Dimas Werhaspati; serta Komisaris PT Jenggala Maritim dan juga Direktur Utama PT Orbit Terminal Merak, Gading Ramadhan Joedo.
Kejagung mengungkapkan, salah satu modus operandi kejahatan tersebut adalah pengoplosan bensin Pertalite (RON 90) menjadi Pertamax (RON 92) dan menjualnya dengan harga lebih tinggi.
Kejaksaan juga menyatakan bahwa pengoplosan tersebut terjadi di depo-depo, yang jelas bertentangan dengan regulasi yang ada.
"Modus operandi termasuk yang saya sebutkan RON 90 (Pertalite), tetapi dibayar (harga) RON 92 (Pertamax) kemudian diblending, dioplos, dicampur," ujar Direktur Penyidikan Jaksa Agung Muda Tindak Pidana Khusus Kejagung Abdul Qohar, dalam konferensi pers di Kejagung, Jakarta, Selasa (25/02/2020).
Qohar menyatakan bahwa tindakan para tersangka itu menyebabkan kerugian negara sebesar Rp 193,7 triliun.
"Adanya beberapa tindakan melawan hukum tersebut telah menyebabkan kerugian negara sekitar Rp193,7 triliun yang berasal dari berbagai komponen," kata Qohar.
Kejaksaan Agung menjamin bahwa semua bukti akan disampaikan ke publik setelah proses penyidikan selesai.
"Saya yakin kita tidak akan tertutup, semua kita buka, semua kita sampaikan kepada teman-teman wartawan untuk diakses oleh masyarakat," katanya.
Kepala Pusat Penerangan Hukum (Kapuspenkum) Kejagung, Harli Siregar menegaskan bahwa temuan modus operandi BBM RON 90 diubah menjadi BBM RON 92 merupakan hasil penyelidikan yang didukung oleh bukti-bukti yang kuat.
"Modus tersebut termasuk yang saya sebutkan RON 90 (Pertalite), tetapi dibayar (dengan harga) RON 92 (Pertamax) kemudian diblending, dioplos, dicampur," ujar Harli.
Ia memastikan, temuan tersebut berasal dari penelitian atas produk BBM tahun 2018-2023, bukan saat ini.
"Jadi kita menyampaikan kepada masyarakat agar tetap tenang karena memang yang kami lakukan penyelidikan terkait dugaan korupsi impor minyak mentah dan produk kilang di Pertamina pada tahun 2018-2023," kata Harli.
Atas dasar itu, Harli menyebutkan bahwa anggapan masyarakat yang mengira BBM jenis Ron 92 atau Pertamax yang saat ini beredar sebagai bensin oplosan adalah tidak tepat.
Sebenarnya minyak yang sebelumnya telah dicampur oleh Riva bersama dengan yang lain untuk meningkatkan kualitasnya sudah digunakan habis.
Minyak itu habis pakai, jadi jangan ada pemikiran di masyarakat bahwa seolah-olah minyak yang sekarang dipakai itu adalah campuran, itu tidak tepat.
Selain itu, Harli juga menjelaskan bahwa fakta hukum dalam praktik korupsi tersebut sudah selesai.
Sehingga Harli meminta masyarakat untuk tidak menyalahkan hal itu dan tetap tenang.
"Karena penegakkan hukum ini rekan media mendukung, masyarakat mendukung supaya apa? Supaya tuntas, tapi jangan sampai menimbulkan keresahan di masyarakat karena peristiwa ini sudah selesai," pungkasnya.
PT Pertamina Patra Niaga Mengatakan Tidak Benar
Penjelasan dari pihak Kejaksaan Agung tentang metode kejahatan dugaan BBM RON 90 (Pertalite) diubah menjadi BBM RON 92 (Pertamax) mendapatkan protes dari pihak PT Pertamina Patra Niaga.
Sekretaris Perusahaan PT Pertamina Patra Niaga, Heppy Wulansari, mengatakan tidak ada pengoplosan BBM Pertamax, di mana kualitas Pertamax dipastikan sesuai dengan spesifikasi yang ditetapkan pemerintah, yaitu RON 92.
“Produk yang masuk ke terminal BBM Pertamina merupakan produk jadi yang sesuai dengan RON masing-masing, Pertalite memiliki RON 90 dan Pertamax memiliki RON 92. Spesifikasi yang disalurkan ke masyarakat dari awal penerimaan produk di terminal Pertamina telah sesuai dengan ketentuan pemerintah,” kata Heppy, dalam keterangannya, Rabu (26/2/2023).
Baca juga: Prabowo: Danantara Harus Bisa Diawasi Setiap Saat oleh Siapapun
Menurutnya, perawatan yang dilakukan di terminal utama BBM adalah proses penginjeksian warna (dyes) sebagai pembeda produk agar mudah dikenali masyarakat.
Selain itu, juga ada injeksi additive yang berfungsi untuk meningkatkan kinerja produk Pertamax.
"Jadi bukan penggantian atau pengurangan RON. Masyarakat tidak perlu khawatir dengan kualitas Pertamax," kata Heppy.
Artikel ini telah dipublikasikan di Tribunnews.com